Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal dengan nama T.B. Simatupang (lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, 28 Januari 1920 – meninggal di Jakarta, 1 Januari 1990 pada umur 69 tahun) adalah seorang tokoh militer di Indonesia. Simatupang pernah ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP) setelah Panglima Besar Jenderal Soedirman wafat pada tahun 1950. Ia menjadi KASAP hingga tahun 1953. Jabatan KASAP secara hierarki organisasi pada waktu itu berada di atas Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara dan berada di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan.
Simatupang meninggal dunia pada tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada tanggal 8 November 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada TB Simatupang.[4] Saat ini namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikan beliau di pecahan uang logam rupiah baru, pecahan Rp. 500,-
Karier militer Bonar diawali saat diterima menjadi kadet di KMA, Bandung pada tahun 1940. Setelah menempuh pendidikan selama 2 tahun, Bonar pun lulus sebagai perwira muda. Namun belum sempat ditugaskan di KNIL (Koninlijke Nederlands Indische Leger), pasukan Jepang keburu merebut kekuasaan di Hindia Belanda dan KNIL pun dibubarkan dan senjatanya dilucuti. Bonar dan beberapa temannya sesama perwira pribumi direkrut Jepang dan ditempatkan di Resimen Pertama di Jakarta dengan pangkat Calon Perwira.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, Bonar bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dan kemudian turut bergerilya bersama Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman melawan pasukan Belanda yang berniat menguasai kembali bekas koloninya tersebut. Selama perang kemerdekaan Indonesia tersebut, ia pun diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang (WAKASAP) RI pada tahun 1948 hingga 1949. Dalam kedudukannya tersebut, Bonar ikut mewakili TNI dalam delegasi Republik Indonesia menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Negeri Belanda. Misi utama mereka adalah mendesak Belanda menghapus KNIL dan menjadikan TNI sebagai inti kekuatan tentara Indonesia. Ketika Jenderal Soedirman wafat pada tahun 1950, Bonar dalam usia yang sangat muda (29 tahun) diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang RI (KSAP) dengan pangkat Mayor Jenderal hingga tahun 1953.
Presiden Soekarno menghapuskan jabatan KSAP pada tahun 1953. kemudian pada tahun 1954-1959, Bonar diangkat sebagai Penasihat Militer di Departemen Pertahanan RI. Setelah non aktif dari kemiliteran, Bonar menyibukkan diri dengan menulis buku dan mengajar di SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, sekarang Seskoad, dan Akademi Hukum Milter/AHM). Dia sangat menyadari waktunya di militer akan segera berakhir. Untuk itu ada hal yang ingin dilakukannya sehingga perannya di militer bisa berlanjut, yaitu dengan menyiapkan Doktrin dan Kader melalui tulisan dan membekali perwira-perwira di sekolah militer. Akhirnya dia resmi dipensiunkan dari dinas militer pada tanggal 21 Juli 1959 dalam usia 39 tahun dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal.