
Agung Hajah Andi Depu telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Andi Depu adalah ibu bagi rakyat Mandar, berjuang melawan penjajah meski harus melawan suaminya sendiri. Kiprah sang Srikandi Mandar memang didukung oleh budaya setempat yang terbuka terhadap peran perempuan di ranah publik. Dalam buku 'Pappatamma: Perlindungan Perempuan dan Anak Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia', Roswita M Aboe menjelaskan soal hal ini. Keterbukaan masyarakat atas peran perempuan di Tanah Mandar dinilai sudah sangat meluas ke berbagai bidang, bahkan hingga bidang politik dan kepemimpinan dalam peran-peran masyarakat. Masyarakat Mandar tak jadi masalah dipimpin lelaki atau perempuan.
Di Tinambung pada 15 Januari 1946, yakni Andi Depu mempertahankan Sang Saka Merah Putih saat tentara Belanda bermaksud menurunkan bendera itu dari tiang di Istana Balanipa. Setelah itu, dia menjadi buron Belanda. Hari-harinya adalah langkah gerilya. Dia sempat tertangkap dan disiksa penjajah. Karena perjuangannya, rakyat Mandar menyebutnya sebagai Ibu Agung. Dia menjadi Raja Balanipa dari 1950 hingga 1957. Menurut Muh Darwis Tahir dalam 'Perjuangan Andi Depu dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Mandar 1945-1950', saat itu Andi Depu menjadi Arayang (Maharaja) Balaipa ke-52, yakni dari kaum perempuan, ini pertama kali sepanjang sejarah hingga saat itu. Andi Depu wafat pada 18 Juni 1985 di Rumah Sakit Pelamonia, Makassar. Sang Ibu Agung dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Pemakaman Panaikang, Makassar. Pada 8 November 2018, Agung Hajjah Andi Depu dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi. Ada pertimbangan khusus soal pemberian gelar pahlawan nasional untuk Andi Depu.