Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi (Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 - Yogyakarta, 1828) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Natapraja yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang sekarang wilayah perbatasan Grobogan-Sragen. Setelah ayahnya wafat Nyi Ageng Serang menggantikan kedudukan ayahnya.
Nyi Ageng Serang adalah salah satu keturunan Sunan Kalijaga, ia juga mempunyai keturunan seorang Pahlawan nasional yaitu Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ia dimakamkan di Kalibawang, Kulon Progo. Ia pahlawan nasional yang hampir terlupakan, mungkin karena namanya tak sepopuler R.A. Kartini atau Cut Nyak Dhien tapi ia sangat berjasa bagi negeri ini. Warga Kulon Progo mengabadikan monumennya di tengah kota Wates berupa patungnya yang sedang menaiki kuda dengan gagah berani membawa tombak.
Nyi Ageng Serang terlahir dengan nama asli Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi. Nyi Ageng Serang merupakan putri dari Pangeran Natapraja, seorang penguasa daerah Serang, Jawa Tengah yang juga merupakan Panglima Perang Sultan Hamengkeu Buwono I. Nyi Ageng juga merupakan salah satu keturunan dari Sunan Kalijaga. Selain itu, ia juga mempunyai seorang cucu yang kelak akan menjadi seorang pahlawan, yakni R.M. Soewardi Surjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara.
Menyimpang dari adat kebiasaan yang masih kuat, Nyi Ageng Serang yang merupakan seorang wanita yang rajin mengikuti latihan-latihan kemiliteran dan siasat perang bersama-bersama dengan para prajurit pria. Ia pun sering ikut ayahnya turun ke medan perang untuk melawan penjajah. Hingga, setelah ayahnya wafat, ia kemudian diangkat menggantikan kedudukan sang ayah sebagai penguasa Serang. Lalu ia diberi gelar Nyi Ageng Serang.
Dalam masa kepemimpinannya, banyak rakyatnya kelaparan dan mengalami kesengsaraan akibat ulah dari penjajah Belanda. Ia selalu membantu kesengsaraan rakyatnya dengan membagi–bagikan pangan. Selain itu, ia juga melakukan perlawanan fisik untuk mengusir pasukan Belanda dari tanah kelahirannya itu.
Ketika Perang Diponegoro meletus pada tahun 1825, Nyi Ageng Serang bersama pasukan yang setia terhadap ayahnya ikut berperang bersama Pangeran Diponegoro dan menantunya Raden Mas (R.M.) Pak –Pak. Karena usianya yang sudah sangat tua, 73 tahun, Nyi Ageng memimpin pasukannya dari atas tandu. Akhirnya, setelah tiga tahun ikut bertempur bersama Pangeran Diponegoro, Nyi Ageng Serang tidak kuat lagi melawan penjajah karena kekuatan fisiknya tidak memadai. Ia pun mundur dari peperangan dan pasukan yang ia pimpin diambil alih oleh Raden Mas Pak-Pak.
Pada tahun 1828, Nyi Ageng Serang menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 76 tahun. Ia meninggalkan Serang sebagai daerah merdeka. Atas jasa-jasanya terhadap negara, Nyi Ageng Serang kemudian dikukuhkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No.084/TK/1974.