Mr. Kasman Singodimedjo yang lahir di Poerworedjo, Jawa Tengah, 25 Februari 1904 – meninggal di Jakarta, 25 Oktober 1982 pada umur 78 tahun adalah Jaksa Agung Indonesia periode 1945 sampai 1946 dan juga mantan Menteri Muda Kehakiman pada Kabinet Amir Sjarifuddin II. Selain itu ia juga adalah Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang menjadi cikal bakal dari DPR. Di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kasman Singodimedjo ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Namun pada perjalanan masa lalunya, Kasman pernah diperlakukan sebagai pemberontak oleh pemerintahan Presiden Sukarno.
Kasman lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada 24 Februari 1904. Masa mudanya diisi dengan perjuangan lewat organisasi-organisasi Islamis. Dia pernah menjadi anggota organisasi Jong Islamieten Bond yan gikut Kongres Pemuda pada 1928, membentuk Partai Islam Indonesia pada 1938, aktivis Muhammadiyah, dan menjadi tokoh Masyumi. Tokoh golongan Islam ini merupakan pejuang yang pernah menjabat sebagai Komandan Pembela Tanah Air (PETA) Jakarta. Dia masuk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang didirikan pada 12 Agustus 1945. Di PPKI-lah Kasman mencatatkan kerja politiknya yang paling monumental. Dia berhasil melobi Ketua Umum PP Muhammadiyah Ki Bagoes Hadikoesoemo untuk merelakan tujuh kata dari Piagam Jakarta agar diganti, demi persatuan Indonesia. Tujuh kata itu adalah "... dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Ketujuh kata itu mengikuti kata "Ketuhanan". Akhirnya, tewujudlah "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai sila pertama Pancasila.
Kasman pula yang turut mengamankan Rapat Umum di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) pada 19 September 1945. Dia juga menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), alias parlemen Indonesia waktu itu. Lulusan sekolah hukum Recht Hoge School Jakarta ini juga menjadi Jaksa Agung. Sampai pada 8 November 2018 kemarin, melalui Keputusan Presiden Nomor 123/TK/Tahun 2018, Kasman bersama lima pejuang lainnya menjadi pahlawan nasional. Kasman diakui sebagai orang yang berjasa untuk negara. Kasman pernah kena kasus mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Kasman Singodimedjo dituduh telah memberi bantuan kepada "musuh" yaitu pemimpin-pemimpin PRRI Sumatera melalui pidatonya di bioskop Roxy, Magelang, Jawa Tengah, 31 Agustus 1959. Menurut Kasman, pidato itu tidak ditujukan kepada PRRI, melainkan hanya berisi wejangan biasa. Wejangan itu mengambil sajak Ronggowarsito, seorang pujangga Jawa. Kasman berpendapat tak mungkin pidatonya sampai ke telinga PRRI di Sumatera.
Akibat pidatonya itu, Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia Abdul Haris Nasution memerintahkan penangkapan Kasman pada 5 September, berbarengan dengan pelarangan aktivitas Masyumi, PSI, Parkindo, dan IPKI di daerah yang bergolak meliputi Tapanuli, Sumatera Barat, Riau, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, Maluku, dan kepulauan dekat Irian, dan Nusa Tenggara. Saat itu, partai-partai yang dituduh mendukung pemberontakan kemudian memprotes kebijakan Nasution. Sedangkan PNI, NU, dan PKI mendukung kebijakan Nasution dan mengutuk Kasman serta partai-partai yang dilarang itu. Kemudian, Kasman ditahan mulai 5 Desember 1958, di rumah tahanan militer Jakarta. Pada tahun 1960, perkaranya disidangkan di Pengadilan Magelang. Diplomat ulung Mohamad Roem membela Kasman, ada pula enam nama lainnya yang ikut membela Kasman. Mereka berganti membacakan pembelaan. Total waktu pembacaan pembelaan ada 12 jam 20 menit.
Meski pembelaan panjang dibacakan, namun Kasman dijatuhi hukuman penjara juga. Hakim memutus hukuman untuk Kasman yakni 3 tahun penjara, dipotong masa tahanan menjadi 2 tahun. Jaksa naik banding, karena tuntutan jaksa adalah 4 tahun. Meski pernah dijebloskan di penjara di era Presiden Sukarno, namun Kasman bukan pendendam. Sikap Kasman saat Sukarno Sang Proklamator wafat, Kasman mengantar jenazahnya sampai ke pemakaman di Blitar, padahal sebelumnya Kasman terhitung sebagai tokoh Masyumi yang merupakan penentang keras Bung Karno. Meski Kasman pernah dihukum penjara, namun itu tak menghalangi Kasman untuk memenuhi syarat sebagai pahlawan nasional. Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan menyebutkan syarat umum seseorang untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional, salah satunya adalah tidak pernah dipidana penjara paling singkat 5 tahun. Sedangkan Kasman dipenjara tak sampai 5 tahun.
Kasman wafat pada 25 Oktober 1982, dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir. Pada 8 November 2018, dia dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi. Ternyata, sikap kritis Kasman terhadap pemerintahan juga turut menjadi pertimbangan penganugerahan gelar pahlawan. Berikut adalah pertimbangan pemerintah dalam pemberian gelar itu untuk Kasman. "Kasman Singodimedjo merupakan pemersatu bangsa yang terlihat dalam proses pengesahan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Kasman Singodimedjo adalah tokoh Muhammadiyah yang menjadi pionir banyak lembaga baru Republik ini saat baru berdiri. Beliau adalah ketua KNIP (parlemen) pertama, Jaksa Agung Kedua yang memelopori pembenahan organisasi Kejaksaan Agung, pemimpin Badan Keamanan Rakyat, dan selanjutnya memelopori pembentukan Tentara Keamanan Rakyat sebagai cikal-bakal TNI. Kasman Singodimedjo merupakan orang yang kritis tidak hanya pada masa Sukarno juga pada masa Suharto. Beliau akan kritis saat negara ini salah urus, sebagai salah satu founding father bangsa ini ia sangat terpanggil untuk meluruskannya, siapapun pemimpinnya," demikian kata Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial dalam keterangan pers resminya.