Sersan Dua KKO (Anumerta) Usman Janatin bin H. Ali Hasan (lahir di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 18 Maret 1943 – meninggal di Singapura, 17 Oktober 1968 pada umur 25 tahun) adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Korps Marinir) Indonesia yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.
Bersama dengan seorang anggota KKO lainnya bernama Harun Thohir, ia dihukum gantung oleh pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah pusat kota Singapura yang padat pada 10 Maret 1965 (lihat Pengeboman MacDonald House). Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta dan kini nama dia diabadikan menjadi nama Kapal Republik Indonesia, KRI Usmman-Harun (359). Janatin lahir di Jatisobo, Banyumas, pada tanggal 18 Maret 1943[4][5] Ia lulus dari sekolah menengah pada tahun 1962.
Pada 1 Juni 1962, ia masuk Korps marinir Indonesia.[4] Selama Konfrontasi Indonesia-Malaysia, ia diangkat sebagai salah satu dari tiga relawan untuk melayani dalam sebuah operasi militer yang disebut Komando Siaga (kemudian berganti nama menjadi Komando Mandala Siaga), yang dipimpin oleh Wakil Laksamana Omar Dhani.[5][6] Kemudian ia ditempatkan di Pulau Sambu, (sekarang berada di wilayah Kepulauan Riau). Pada 8 Maret 1965, dia, Harun Thohir, dan Gani bin Arup ditugaskan untuk melakukan sabotase di Singapura.
Dilengkapi dengan perahu karet dan 12,5 kilogram (28 pon) bahan peledak, mereka diberitahu untuk membom sebuah rumah tenaga listrik, tetapi sebaliknya, pada tanggal 10 Maret 1965, mereka menargetkan bangunan sipil, bangunan Hong Kong and Shanghai Bank, yang sekarang dikenal sebagai MacDonald House, menewaskan tiga orang dan melukai sedikitnya 33 lainnya, yang semuanya warga sipil tak berdosa. Ketika melarikan diri, Janatin dan Thahir pergi ke pantai, sementara Gani memilih rute yang berbeda.
Janatin dan Thahir menyita perahu motor, tapi di laut perahu motor rusak. Mereka ditangkap oleh pasukan patroli Singapura pada 13 Maret 1965 dan dihukum karena pembunuhan, karena mereka telah mengenakan pakaian sipil pada saat itu dan telah menargetkan bangunan sipil, dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Singapura. Mereka dihukum gantung di Penjara Changi, Singapura, pada 17 Oktober 1968 tetap Janatin ini dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.