Mr. Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono (lahir di Yogyakarta, Hindia-Belanda, 10 April 1900 – meninggal di Jakarta, 1 Agustus 1986 pada umur 86 tahun) adalah salah seorang pelopor kemerdekaan Indonesia. Ia juga merupakan salah seorang pendiri Partai Katolik Indonesia. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai beberapa Menteri setelah Indonesia merdeka. Ia jugalah yang memberi teladan bahwa berpolitik itu pengorbanan tanpa pamrih. Berpolitik selalu memakai beginsel atau prinsip yang harus dipegang teguh. Seperti yang disampaikan oleh pemimpin umum harian Kompas, Jakob Oetama, ia adalah salah satu tokoh yang menjunjung tinggi moto salus populi supremalex, yang berarti kepentingan rakyat, hukum tertinggi, yang merupakan cermin etika berpolitik yang nyaris klasik dari tangan dirinya.
Kasimo Hendrowahyono dilahirkan di Yogyakarta. Ia adalah anak kedua dari sebelas bersaudara. Orangtuanya adalah Dalikem dan Ronosentika, seorang prajurit Keraton Yogyakarta, dan seorang tokoh yang memperjuangkan hak-hak anak jajahan.[1] Maka sejak kecil IJ Kasimo dididik sesuai dengan tradisi keraton. Dengan demikian, ia merasakan dan paham benar dengan cara hidup keraton yang semuanya berpusat pada Sultan. Ketika kakak tertuanya dipersiapkan mengganti ayahnya, maka Kasimo menggantikan posisi dan sekaligus bertanggung jawab sebagai anak laki-laki tertua. Ia harus bekerja keras membantu ibunya mengurus rumah tangga. Setelah lulus dari Bumi Putra Gading, Kasimo masuk sekolah di Muntilan yang didirikan oleh Romo van Lith. Kasimo saat itu tinggal di asrama. Kasimo kemudian tertarik untuk belajar agama Katolik. Maka pada hari raya Paskah pada bulan April 1913 pada usia 13 tahun, Kasimo dibaptis secara Katolik dan mendapat nama baptis Ignatius Joseph.
Setelah dewasa, ia menjadi guru pertanian di Tegal dan Surakarta. Kasimo Hendrowahyono adalah salah satu pendiri partai politik Katholiek Djawi yang lalu berubah nama menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa dan lalu menjadi Partai Politik Katolik Indonesia (PPKI) yang kelak pada tahun 1949 Kasimo akan menjadi ketua umumnya. Sebagai anggota PPKI, Kasimo diangkat menjadi anggota Volksraad antara tahun 1931 - 1942. Ia ikut menandatangani petisi Soetardjo yang menginginkan kemerdekaan Hindia-Belanda. Pada masa kemerdekaan awal, PPKI yang dilarang oleh Jepang dihidupkan kembali atas gagasan Kasimo dan berubah nama menjadi Partai Katolik Republik Indonesia. Antara tahun 1947-1949 ia duduk sebagai Menteri Muda Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin, Menteri Persediaan Makanan Rakyat dalam Kabinet Hatta I dan Hatta II. Dalam kabinet peralihan atau Kabinet Soesanto Tirtoprodjo ia juga menjabat sebagai menteri. Kasimo pun juga pernah ikut menjadi anggota Delegasi Perundingan Republik Indonesia.
Pada masa Agresi Militer II (Politionele Actie) ia bersama menteri lainnya yang tidak dikurung Belanda bergerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lalu ketika bisa kembali ke Yogyakarta ia memprakarsai kerja sama seluruh partai Katolik Indonesia untuk bersatu menjadi Partai Katolik. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), Kasimo duduk sebagai wakil Republik Indonesia[butuh rujukan] dan kemudian setelah RIS dilebur sebagai anggota DPR[butuh rujukan]. Dalam Kabinet Burhanuddin Harahap ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Kasimo juga ikut berjuang merebut Irian Barat. Kasimo menyatakan pendiriannya untuk menolak gagasan Nasakom yang ditawarkan Bung Karno. Kasimo pun juga menolak Kabinet yang diprakarsai Soekarno dan terdiri dari empat partai pemenang pemilu 1955: PNI, Masyumi, NU dan PKI. Kala itu Masyumi dan Partai Katolik Indonesia yang satu-satunya menolak bekerja sama dengan PKI di kabinet. Pada masa Orde Baru, Kasimo diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. IJ Kasimo meninggal pada Jumat Kliwon, 1 Agustus 1986 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.