Pajonga Daeng Ngalle (lahir di Takalar, Sulawesi Selatan, 1901; meninggal dunia di Takalar, Sulawesi Selatan, 23 Februari 1958) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia dan juga seorang Karaeng (kepala pemerintahan distrik) Polongbangkeng pada tahun 1934. Pada bulan Oktober 1945 bersama dengan seluruh bangsawan Sulawesi Selatan, ia mengikuti konferensi raja-raja Sulawesi Selatan di Yogyakarta. Konferensi memutuskan satu tekad untuk mendukung pemerintahan RI di Sulawesi sebagai satu-satunya pemerintah yang sah di bawah Gubernur Sam Ratulangi. Pajonga Ngalle mengumuknan bahwa daerahnya merupakan bagian dari wilayah Indonesia.
Tak banyak yang mengetahui nama Karaeng Polombangkeng Pajonga Daeng Ngalle sebagai salah satu pejuang asal Sulawesi yang sangat ditakuti penjajah Belanda. Atas keberaniannya pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh asal Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, baru-baru ini. Kendati cukup dikenal warga Takalar, tak banyak catatan sejarah yang dapat ditemukan tentang Pajonga Daeng Ngalle. Warga hanya mengetahui tokoh yang dilahirkan 1901 ini adalah putra Raja Polombangkeng yang bernama Daeng Masaung. Selain itu, almarhum juga menjadi teladan keberanian dalam melawan penindasan dan ketidakadilan. Nama Pajonga mulai dikenal saat mengajak puluhan raja di Sulawesi mendukung kemerdekaan Indonesia.
Dirinya juga menolak mengakui Negara Indonesia Timur yang dibentuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus Johannes van Mook. Bersama Wolter Monginsidi, Pajonga memimpin raja-raja Sulawesi saat itu melawan tentara Belanda dengan membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, perjuangan Pajonga tak berhenti karena Belanda kembali berusaha menjajah Indonesia. Ruang gerak Pajonga di Makassar dipersempit sehingga dia pindah ke Takalar. Tentara Belanda menangkapnya pada 1946 namun dibebaskan setelah kemerdekaan Indonesia diakui lewat Konferensi Meja Bundar. Meski nama Pajonga nyaris dilupakan, kebanggaan warga Takalar terhadap sosok pejuang ini tak pernah hilang.