
Ia mendapat pendidikan sekolah rakyat (kini SD) dan pendidikan agama di pondok pesantren tradisional Wonokromo Yogyakarta. Kemahirannya dalam sastra Jawa, Melayu, dan Belanda didapat dari seorang yang bernama Ngabehi Sasrasoeganda, dan Ki Bagus juga belajar bahasa Inggris dari seorang tokoh Ahmadiyah yang bernama Mirza Wali Ahmad Baig.
Selanjutnya Ki Bagus pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih, anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah (1926), dan Ketua PP Muhammadiyah (1942-1953). Ia sempat pula aktif mendirikan perkumpulan sandiwara dengan nama Setambul. Selain itu, bersama kawan-kawannya ia mendirikan klub bernama Kauman Voetbal Club (KVC), yang kelak dikenal dengan nama Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW).
Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi ketua Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum yang ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953. Semasa menjadi pemimpin Muhammadiyah, ia termasuk dalam anggota BPUPKI dan PPKI.
Ki Bagus aktif membuat karya tulis, antara lain Islam Sebagai Dasar Negara dan Achlaq Pemimpin. Karya-karyanya yang lain yaitu Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941), dan Poestaka Iman (1954). Setelah meninggal, Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.