Depati Amir yang lahir di Pulau Bangka tahun 1805 itu meninggal di Kupang NTT pada 28 September 1869 merupakan salah satu pejuang Bangka yang heroik. Semangat kepahlawanananya menggema hampir diseluruh tanah Bangka. Depati Amir merupakan putra dari Depati Bahrin yang aktif melawan penjajahan Belanda di Bangka. Depati Amir tercatat ikut berjuang menentang penjajahan Belanda dalam rentang tahun 1820 – 1828 bersama saudaranya Depati Hamzah. Kedua bersaudara ini bertindak sebagai panglima tempur di bawah komando ayah mereka, Depati Bahrin. Depati Bahrain selaku ayah Depati Amir sudah mengawali pemberontakan.
Ada pula pejuang bernama Batin Tikal yang bersama menghantam Belanda. Pertempuran sudah dimulai pada tahun 1818 di sekitar Bangka Kota dan berakhir dengan perdamaian ada 1829. Batin Tikal meneruskan perjuangan Depati Bahrain, hingga Depati Amir yang melanjutkan perjuangan. Kisah heroik Depati Amir dimulai ketika ia meninggalkan jabatan depati pemberian Belanda, dan memilih memimpin pertempuran di hutan-hutan di Pulau Bangka. Dia seorang Pejuang yang mempersatukan suku Melayu dengan Tionghoa untuk melawan Belanda. Depati Amir sang pahlawan nasional dari Bangka memang berkolaborasi dengan orang Tionghoa untuk melawan penjajah Belanda.
Depati Amir termasuk golongan elite di Bangka, dimana tambang timah mendatangkan banyak pekerja dan modal. Tak mau wilayahnya terus-menerus dikuasai pihak lain, tentu saja elite seperti Depati Amir memberontak. Para pekerja tambang Tionghoa berjuang bersama Depati Amir melawan penjajah. Perjuangan menghantam penjajah dilakukan sampai ke aktivitas gerilya. Pasukan tambahan Belanda dari Batavia didatangkan untuk menumpas pemberontakan Depati Amir dkk. Pasukan Belanda menggunakan senjata yang lebih baik plus strategi yang lebih modern serta menggunakan taktik politik pecah-belah. Mereka mempekerjakan pribumi untuk membujuk Depati Amir supaya menyerah. Karena geraknya yang sangat menghawatirkan, perjuangannya kemudian dihentikan oleh Belanda setelah Depati Amir tertangkap disebabkan oleh pengkhianat dari kaumnya sendiri.
Pada 17 Januari 1851 kondisi Depati Amir dan rekan-rekannya sudah semakin lemah kekurangan makanan di tengah aktivitas gerilya yang keras dan bersembunyi di hutan Mendu Barat. Belanda menggelar sayembara, siapa yang bisa menyerahkan Depati Amir ke pihak Belanda maka akan diberi hadiah dan empat orang antek Belanda berhasil melakukannya. Depati Amir akhirnya harus mengakhiri gerilyanya dengan tanda menyerahkan keris, cincin emas, dan duit 6 Gulden Spanyol kepada empat orang antek Belanda itu tanda menyerah. Di sekitar Depati Amir juga sudah bersiaga pasukan Belanda kemudian Depati Amir diikat dengan tali dan digelandang ke tempat Residen setempat. Depati Amir tak dibunuh Belanda karena ada kekhawatiran itu bisa memicu kemarahan seluruh orang Bangka. Maka Depati Amir diasingkan ke desa air mata, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Depati Amir telah dianugerahi gelar pahlawan oleh Presiden Jokowi pada 8 November 2018. Nama Depati Hamzah sendiri saat ini telah diabadikan sebagai nama RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang. Sementara Depati Amir namanya diabadikan menjadi nama bandara utama di Kepulauan Bangka Belitung, Bandara Depati Amir. Sebanyak enam tokoh dari berbagai daerah di Indonesia dianugerahi pemerintah sebagai Pahlawan Nasional. Satu di antaranya Depati Amir yang berasal dari Kepulauan Bangka Belitung. Selain Depati Amir, ikut dikukuhkan lima tokoh lainnya yakni A.R Baswedan (Yogyakarta), Pangeran Mohammad Noor (Kalimantan Selatan), Mr Kasman Singodimejo (Jawa Tengah), KH Syam’un (Banten) dan Hj Andi Depu (Sulawesi Barat).