Biografi Alan Hogeland - Kamaludin Rangkuti

Biografi Alan Hogeland - Kamaludin RangkutiAlan Hogeland, nama aslinya Kamaludin Rangkuti (lahir di Binjai, Sumatera Utara, 19 Oktober 1931; umur 87 tahun), adalah seorang penulis Indonesia. Ia termasuk salah seorang penulis sastra eksil Indonesia. Sastra Eksil Indonesia adalah karya-karya sastra pengarang Indonesia yang terdampar di luar negeri dan tidak bisa atau tidak diperbolehkan pulang ke tanah air setelah peristiwa 30 September 1965, khususnya mereka yang bermukim di Eropa Barat, dan lebih khusus lagi yang di Belanda.

Ia menyelesaikan sarjana muda dalam bidang Bahasa Indonesia dan sempat mengikuti studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Sewaktu menjadi mahasiswa di USU, ia pernah menjabat sebagai ketua senat di Fakultas Hukum dan wakil ketua dewan mahasiswa. Alan juga menjadi pendiri Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia di universitas yang sama. Dan menjadi salah seorang pimpinan Lekra di Sumatera Utara. Pada tahun 1964 atas undangan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok ia berangkat ke Beijing menjadi tenaga pengajar bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Beijing. Dan menjadi konsultan bahasa Indonesia yang menghasilkan kamus Indonesia-Tionghoa.

Tahun 1985, Alan pindah ke Belanda. Karier kepenulisannya baru dimulai ketika ia tinggal di Belanda, berkat adanya kegiatan penerbitan yang disebut-sebut sebagai pers alternatif bagi mereka yang hidup sebagai orang eksil. Dari tahun 1989 sampai dengan wafatnya pada tahun 1994, Alan Hogeland telah menghasilkan berpuluh-puluh karangan yang berupa sajak, cerpen, kritik dan esai serta naskah drama. Kumpulan tulisannya yang selama ini sudah terbit adalah Musibah, sebuah kumpulan cerpen; Angin Menderu di Pucuk Bambu, sebuah kumpulan puisi; Sekedar Menjalankan Kewajiban dan Esai Sastra.

Eksil Indonesia mempunyai kekhasan dibandingkan berbagai fenomena eksil dunia lainnya. Eksil pada umumnya adalah mereka yang melarikan diri ke luar negeri akibat berbagai tekanan politik. Mereka mempersiapkan diri untuk tidak akan pernah bisa pulang. Karenanya, mereka akan berintegrasi penuh dengan budaya dan masyarakat baru di mana mereka akan tinggal. Mereka menjadikan tanah pengasingan itu sebagai rumah baru dan menciptakan kebudayaan-kebudayaan baru sebagai hasil dialektika budaya yang mereka bawa dari tanah asal mereka dengan budaya tanah pengasingannya. Inilah yang dikenal dengan nama kebudayaan diaspora.

Tokoh Marga Rangkuti

Abdurrahman Rangkuti,ketua P3RSU,mantan anggota DPR/MPR
Agus Salim Rangkuti,mantan Wali Kota Medan.
Ahmad fauzi (Ray Rangkuti), Aktivis
Arwys Rangkuti,Produser Film
Azhari rangkuti,mantan pemain sepak bola nasional.
Bahrum Rangkuti,Sastrawan
Datu Janggut Marpayung Aji, Leluhur Marga Rangkuti.
Freddy Rangkuti,pakar strategi bisnis dan marketing.
Fathan Rangkuti,Wartawan.
Hamsad Rangkuti,Sastrawan
Jamarabun Rangkuti, Gelar Bandaharo Raja,Tokoh Rangkuti di Malaysia
Johar Alam Rangkuti,ahli telekomunikasi,Perngusaha.
Kamaluddin Rangkuti, Sastrawan.
Ibrahim Rangkuti Gelar Tok Setia Raja, Perintis Pertanian dan Pertambangan di Perak, Malaysia
Hasbullah Parinduri, Sastrawan.
Mardiana adi Rangkuti,artis 70an.Setulus Hatimu
Nurhadi Rangkuti,Arkeolog
Tarmizi Rangkuti,Ketua Assosiasi Pengusaha Sawit Indonesia.
Sakinah Junid Rangkuti, Pejuang Emansipasi Wanita, Ketua Dewan Muslimat Partai Islam Se-Malaysia.
Siti Sundari Rangkuti,Fakar Hukum Lingkungan Hidup.
Syeikh Junaid Thola Rangkuti, Ulama
Sutan Pane Paruhuman, Leluhur Marga Rangkuti.
Yusnar Yusuf Rangkuti, Ketua MUI 2015-2020,Ketua Umum PB Al Washliyah